PANDORADEWASA - Riska adalah seorang gadis pelajar
kelas 3 di sebuah SMU negeri terkemuka di kota YK. Gadis yang berusia
17 tahun ini memiliki tubuh yang sekal dan padat, kulitnya kuning
langsat. Rambutnya tergerai lurus sebahu, wajahnya juga lumayan cantik.
Dia
adalah anak bungsu dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang
pejabat yang kini bersama ibunya tengah bertugas di ibukota, sedang
kakak-kakaknya tinggal di berbagai kota di pulau jawa ini karena
keperluan pekerjaan atau kuliah.
Maka
tinggallah Riska seorang diri di rumah tersebut, terkadang dia juga
ditemani oleh sepupunya yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri
ternama di kota itu.
Sebagai anak ABG
yang mengikuti trend masa kini, Riska sangat gemar memakai pakaian yang
serba ketat termasuk juga seragam sekolah yang dikenakannya
sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya beberapa senti di atas lutut
sudah cukup menyingkapkan kedua pahanya yang putih mulus, dan ukuran
roknya yang ketat itu juga memperlihatkan lekuk body tubuhnya yang
sekal menggairahkan.
Penampilannya
yang aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk para laki-laki, dari
yang sekedar menikmati kemolekan tubuhnya sampai yang berhasrat ingin
menggagahinya. Salah satunya adalah Parno, si tukang becak yang mangkal
di depan gang rumah Riska. Parno, pria berusia 40 tahunan itu, memang
seorang pria yang berlibido tinggi, birahinya sering naik tak
terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan seksi melintas di
hadapannya.
Sosok
pribadi Riska memang cukup supel dalam bergaul dan sedikit genit
termasuk kepada Parno yang sering mengantarkan Riska dari jalan besar
menuju ke kediaman Riska yang masuk ke dalam gang.
Suatu
sore, Riska pulang dari sekolah. Seperti biasa Parno mengantarnya dari
jalan raya menuju ke rumah. Sore itu suasana agak mendung dan hujan
rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi, maklumlah daerah itu
berada di pinggiran kota YK. Dan Parno memutuskan saat inilah kesempatan
terbaiknya untuk melampiaskan hasrat birahinya kepada Riska. Ia telah
mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana Riska nanti akan
dikerjai. Parno sengaja mengambil jalan memutar lewat jalan yang lebih
sepi, jalurnya agak jauh dari jalur yang dilewati sehari-hari karena
jalannya memutar melewati areal pekuburan.
“Lho koq lewat sini Pak?”, tanya Riska.
“Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup”, bujuk Parno sambil terus mengayuh becaknya.
Dengan sedikit kesal Riska pun
terpaksa mengikuti kemauan Parno yang mulai mengayuh becaknya agak
cepat. Setelah sampai pada lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu
di sebuah bangunan tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno
membelokkan becaknya masuk ke dalam gedung tua itu.
“Lho kenapa masuk sini Pak?”, tanya Riska.
“Hujan..”,
jawab Parno sambil menghentikan becaknya tepat di tengah-tengah
bangunan kuno yang gelap dan sepi itu. Dan memang hujan pun sudah turun
dengan derasnya.
Bangunan
tersebut adalah bekas pabrik tebu yang dibangun pada jaman belanda dan
sekarang sudah tidak dipakai lagi, paling-paling sesekali dipakai
untuk gudang warga. Keadaan seperti ini membuat Riska menjadi semakin
panik, wajahnya mulai terlihat was-was dan gelisah.
“Tenang..
Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan sama air
hujan mending kita basah-basahan keringat..”, ujar Parno sambil
menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya dan menghampiri Riska yang
masih duduk di dalam becak.
Bagai tersambar petir Riskapun kaget mendengar ucapan Parno tadi.
“A.. Apa maksudnya Pak?”, tanya Riska sambil terbengong-bengong.
“Non
cantik, kamu mau ini?” Parno tiba-tiba menurunkan celana komprangnya,
mengeluarkan penisnya yang telah mengeras dan membesar.
Riska terkejut setengah mati dan tubuhnya seketika lemas ketika melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat selama ini.
“J.. Jaangan Pak.. Jangann..” pinta Riska dengan wajah yang memucat.
Sejenak
Parno menatap tubuh Riska yang menggairahkan, dengan posisinya yang
duduk itu tersingkaplah dari balik rok abu-abu seragam SMU-nya kedua
paha Riska yang putih bersih itu. Kaos kaki putih setinggi betis
menambah keindahan kaki gadis itu. Dan di bagian atasnya, kedua buah
dada ranum nampak menonjol dari balik baju putih seragamnya yang
berukuran ketat.
“Ampunn
Pak.. Jangan Pak..”, Riska mulai menangis dalam posisi duduknya sambil
merapatkan badan ke sandaran becak, seolah ingin menjaga jarak dengan
Parno yang semakin mendekati tubuhnya.
Tubuh
Riska mulai menggigil namun bukan karena dinginnya udara saat itu,
tetapi tatkala dirasakannya sepasang tangan yang kasar mulai menyentuh
pahanya. Tangannya secara refleks berusaha menampik tangan Parno yang
mulai menjamah paha Riska, tapi percuma saja karena kedua tangan Parno
dengan kuatnya memegang kedua paha Riska.
“Oohh..
Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann..”, Riska meronta-ronta dengan
menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno malahan semakin
menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua paha Riska itu sambil
merapatkan badannya ke tubuh Riska.
Riska
pun menjadi mati kutu sementara isak tangisnya menggema di dalam
ruangan yang mulai gelap dan sepi itu. Kedua tangan kasar Parno mulai
bergerak mengurut kedua paha mulus itu hingga menyentuh pangkal paha
Riska. Tubuh Riska menggeliat ketika tangan-tangan Parno mulai
menggerayangi bagian pangkal paha Riska, dan wajah Riska menyeringai
ketika jari-jemari Parno mulai menyusup masuk ke dalam celana dalamnya.
“Iihh..”, pekikan Riska kembali menggema di ruangan itu di saat jari Parno ada yang masuk ke dalam liang vaginanya.
Tubuh
Riska menggeliat kencang di saat jari itu mulai mengorek-ngorek lubang
kewanitaannya. Desah nafas Parno semakin kencang, dia nampak sangat
menikmati adegan ‘pembuka’ ini. Ditatapnya wajah Riska yang megap-megap
dengan tubuh yang menggeliat-geliat akibat jari tengah Parno yang
menari-nari di dalam lubang kemaluannya.
“Cep..
Cep.. Cep..”, terdengar suara dari bagian selangkangan Riska. Saat ini
lubang kemaluan Riska telah banjir oleh cairan kemaluannya yang
mengucur membasahi selangkangan dan jari-jari Parno.
Puas
dengan adegan ‘pembuka’ ini, Parno mencabut jarinya dari lubang
kemaluan Riska. Riska nampak terengah-engah, air matanya juga meleleh
membasahi pipinya. Parno kemudian menarik tubuh Riska turun dari becak,
gadis itu dipeluknya erat-erat, kedua tangannya meremas-remas pantat
gadis itu yang sintal sementara Riska hanya bisa terdiam pasrah, detak
jantungnya terasa di sekujur tubuhnya yang gemetaran itu. Parno juga
menikmati wanginya tubuh Riska sambil terus meremas remas pantat gadis
itu.
Selanjutnya
Parno mulai menikmati bibir Riska yang tebal dan sensual itu,
dikulumnya bibir itu dengan rakus bak seseorang yang tengah kelaparan
melahap makanan.
“Eemmgghh..
Mmpphh..”, Riska mendesah-desah di saat Parno melumat bibirnya.
Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir Riska oleh gigi dan bibir Parno
yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman Parno pun bergeser ke bagian leher
gadis itu.
“Oohh.. Eenngghh..”, Riska mengerang-ngerang di saat lehernya dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.
Cengkeraman
Parno di tubuh Riska cukup kuat sehingga membuat Riska sulit bernafas
apalagi bergerak, dan hal inilah yang membuat Riska pasrah di hadapan
Parno yang tengah memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan kekar
Parno meraih kepala Riska dan menekan tubuh Riska ke bawah sehingga
posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang berdiri tegak di
hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Riska dihadapkan pada
penisnya.
“Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu”, bentak Parno sambil menjambak rambut Riska.
Takut
pada bentakan Parno, Riska tak bisa menolak permintaannya. Sambil
terisak-isak dia sedikit demi sedikit membuka mulutnya dan segera saja
Parno mendorong masuk penisnya ke dalam mulut Riska.
“Hmmphh..”,
Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkan itu masuk ke dalam
mulutnya hingga pipi Riska menggelembung karena batang kemaluan Parno
yang menyumpalnya.
“Akhh..”
sebaliknya Parno mengerang nikmat. Kepalanya menengadah keatas
merasakan hangat dan lembutnya rongga mulut Riska di sekujur batang
kemaluannya yang menyumpal di mulut Riska.
Riska
menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu Parno. Sementara kedua
tangan Parno yang masih mencengkeram erat kepala Riska mulai
menggerakkan kepala Riska maju mundur, mengocok penisnya dengan mulut
Riska. Suara berdecak-decak dari liur Riska terdengar jelas diselingi
batuk-batuk.
Beberapa
menit lamanya Parno melakukan hal itu kepada Riska, dia nampak
benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan Parno mengejang, kedua tangannya
menggerakkan kepala Riska semakin cepat sambil menjambak-jambak rambut
Riska. Wajah Parno menyeringai, mulutnya menganga, matanya terpejam
erat dan..
“Aakkhh..”, Parno melengking, croot.. croott.. crroott..
Seiring
dengan muncratnya cairan putih kental dari kemaluan Parno yang mengisi
mulut Riska yang terkejut menerima muntahan cairan itu. Riska berusaha
melepaskan batang penis Parno dari dalam mulutnya namun sia-sia,
tangan Parno mencengkeram kuat kepala Riska. Sebagian besar sperma
Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Riska dan mengalir masuk ke
tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh keluar dari sela-sela mulut
Riska.
“Ahh”, sambil mendesah lega, Parno mencabut batang kemaluannya dari mulut Riska.
Nampak
batang penisnya basah oleh cairan sperma yang bercampur dengan air
liur Riska. Demikian pula halnya dengan mulut Riska yang nampak basah
oleh cairan yang sama. Riska meski masih dalam posisi terpaku berlutut,
namun tubuhnya juga lemas dan shock setelah diperlakukan Parno seperti
itu.
“Sudah
Pak.. Sudahh..” Riska menangis sesenggukan, terengah-engah mencoba
untuk ‘bernego’ dengan Parno yang sambil mengatur nafas berdiri dengan
gagahnya di hadapan Riska.
Nafsu
birahi yang masih memuncak dalam diri Parno membuat tenaganya menjadi
kuat berlipat-lipat kali, apalagi dia telah menenggak jamu super kuat
demi kelancaran hajatnya ini sebelumnya. Setelah berejakulasi tadi, tak
lama kemudian nafsunya kembali bergejolak hingga batang kemaluannya
kembali mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.
Parno
kemudian memegang tubuh Riska yang masih menangis terisak-isak. Riska
sadar akan apa yang sebentar lagi terjadi kepadanya yaitu sesuatu yang
lebih mengerikan. Badan Riska bergetar ketika Parno menidurkan tubuh
Riska di lantai gudang yang kotor itu, Riska yang mentalnya sudah jatuh
seolah tersihir mengikuti arahan Parno.
Setelah
Riska terbaring, Parno menyingkapkan rok abu-abu seragam SMU Riska
hingga setinggi pinggang. Kemudian dengan gerakan perlahan, Parno
memerosotkan celana dalam putih yang masih menutupi selangkangan Riska.
Kedua mata Parno pun melotot tajam ke arah kemaluan Riska. Kemaluan
yang merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak begitu banyak tapi rapi
menutupi bibir vaginanya, indah sekali.
Parno
langsung saja mengarahkan batang penisnya ke bibir vagina Riska. Riska
menjerit ketika Parno mulai menekan pinggulnya dengan keras, batang
penisnya yang panjang dan besar masuk dengan paksa ke dalam liang
vagina Riska.
“Aakkhh..”, Riska menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang dan wajahnya meringis menahan rasa pedih di selangkangannya.
Kedua
tangan Riska ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan sekuat
tenaga melesakkan batang kemaluannya di vagina Riska dengan kasar dan
bersemangat.
“Aaiihh..”,
Riska melengking keras di saat dinding keperawanannya berhasil
ditembus oleh batang penis Parno. Darah pun mengucur dari sela-sela
kemaluan Riska.
“Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh..” Parno mendesis nikmat.
Setelah berhasil melesakkan batang kemaluannya itu, Parno langsung menggenjot tubuh Riska dengan kasar.
“Oohh..
Oogghh.. Oohh..”, Riska mengerang-ngerang kesakitan. Tubuhnya
terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang keras dan kasar. Sementara
Parno yang tidak peduli terus menggenjot Riska dengan bernafsu. Batang
penisnya basah kuyup oleh cairan vagina Riska yang mengalir deras
bercampur darah keperawanannya.
Sekitar
lima menit lamanya Parno menggagahi Riska yang semakin kepayahan itu,
sepertinya Parno sangat menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam
menyetubuhi Riska, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno
kembali mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar dari tubuhnya
yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.
“Aahh..”
Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara dengan
menumpahkan seluruh spermanya di dalam rongga kemaluan Riska yang
tengah menggelepar kepayahan dan kehabisan tenaga karena tak sanggup
lagi mengimbangi gerakan-gerakan Parno.
Dan
akhirnya kedua tubuh itupun kemudian jatuh lunglai di lantai diiringi
desahan nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno. Parno puas
sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya yaitu memperkosa
gadis cantik yang selama ini menghiasi pandangannya dan menggoda
dirinya.
Setelah
rehat beberapa menit tepatnya menjelang Isya, akhirnya Parno dengan
becaknya kembali mengantarkan Riska yang kondisinya sudah lemah pulang
ke rumahnya. Karena masih lemas dan akibat rasa sakit di
selangkangannya, Riska tak mampu lagi berjalan normal hingga Parno
terpaksa menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Suasana
di lingkungan rumah yang sepi membuat Parno dengan leluasa menuntun
tubuh lemah Riska hingga sampai ke teras rumah dan kemudian
mendudukkannya di kursi teras. Setelah berbisik ke telinga Riska bahwa
dia berjanji akan datang kembali untuk menikmati tubuhnya yang molek
itu, Parno pun kemudian meninggalkan Riska dengan mengayuh becaknya
menghilang di kegelapan malam, meninggalkan Riska yang masih terduduk
lemas di kursi teras rumahnya.

Click to see the emoticon code!
Remember that you to keep a white space before the emoticon.